MENCINTAI DUNIA SEPERLUNYA

Khutbah Jum'at MENCINTAI DUNIA SEPERLUNYA Oleh: EKO SUROYO

KHUTBAH PERTAMA:

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ … فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Jama’ah sholat jum’at yang dirahmati Allah Subhanahu wata’ala….

Ada sebuah cerita singkat yang patut kita renungi bersama, yang mudah-mudahan cerita ini bisa memberikan kita motivasi untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah, terutama tentang tujuan dan hakikat dari ibadah yang kita lakukan selama ini. Kalaulah ibadah yang kita lakukan selama ini masih ada unsur ketidakikhlasan atau pamrih terhadap hal-hal keduniaan, maka sudah selayaknya kita menyegerakan diri untuk memperbaiki niat ibadah tersebut.

Ada seorang bapak yang memperlakukan shalat Dhuha seolah-olah seperti shalat wajib. Alasannya karena khawatir tidak mendapatkan rezeki. Ada lagi seorang pemuda yang tak lepas melaksanakan sholat Dhuha setiap hari agar bisa mendapatkan bonus dari tempat kerjanya, sementara dirinya selalu kesiangan untuk melakukan shalat subuh berjama’ah di masjid. Di tempat berbeda ada yang mengukur banyaknya sholat tahajud yang dilakukannya dengan kesuksesan. Ada juga yang begitu getol sedekah cuma demi mendapatkan cash back rupiah di tiap usahanya.

Seorang Tabi'in yang banyak berinteraksi dengan sahabat pernah ditanya, apakah surah dalam Al-Qur'an yg paling sering membuat para sahabat menangis..?, Lalu dijawab: surah HUD.

Kemudian ditanyakan lagi ayat berapakah dari surah tersebut yang membuat para sahabat menangis..? Dan dijawab: ayat 15-16, dimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:⁣

مَن كَانَ یُرِیدُ ٱلۡحَیَوٰةَ ٱلدُّنۡیَا وَزِینَتَهَا نُوَفِّ إِلَیۡهِمۡ أَعۡمَـٰلَهُمۡ فِیهَا وَهُمۡ فِیهَا لَا یُبۡخَسُونَ (15) أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ لَیۡسَ لَهُمۡ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا۟ فِیهَا وَبَـٰطِلࣱ مَّا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ (16)

Artinya:⁣
"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Hud : Ayat 15-16).⁣

Ayat Al-qur’an inilah yang menjadi alasan kenapa Abdurahman bin Auf dan para sahabat sering menangis ketika mendapatkan kenikmatan duniawi. Sahabat yang mulia ini khawatir bila kenikmatan di dunia yang mereka terima merupakan nikmat akhirat yang disegerakan oleh Allah sehingga kelak di akhirat tidak didapatkan lagi nikmat-nikmat tersebut.

Bagaimana dengan kita selama ini? Apakah kita sering menangis apabila Allah memberikan kita rejeki yang luar biasa banyak dalam kehidupan kita? Apakah kita pernah merasa khawatir kalau rejeki yang kita nikmati bersama keluarga terdapat rejeki yang bercampur antara rejeki yang halal dengan rejeki yang haram? Atau apakah kita pernah seperti para sahabat yang menangis dan khawatir kalau-kalau kenikmatan yang Allah berikan kepada kita adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan dari Allah)?

Sebagaimana telah kita pahami bersama, bahwa tujuan utama Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Tugas dan kewajiban ini Allah tegaskan dalam firman-Nya di dalam surat Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya:
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”

Ibadah secara bahasa berarti kepasrahan dan kepatuhan. Secara istilah adalah ketundukan dan kepatuhan kepada Allah Subhanahuwata’ala, mencintaiNya, menyembahNya serta menaatiNya. Ada ulama yang mendefinisikan, ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Subhanahuwata’ala, baik perkataan maupun perbuatan yang lahir maupun yang batin.

Kita semua tentu berharap bahwa ibadah yang kita lakukan, amal sholeh yang kita kerjakan dan seluruh perbuatan baik yang kita lakukan mendapatkan ganjaran pahala dari Allah atau diterima sebagai amal ibadah yang sempurna. Lalu apa syarat untuk diterimanya amal Ibadah kita?

Para ulama sepakat menyatakan bahwa secara umum suatu ibadah akan diterima oleh Allah apabila memenuhi dua syarat mutlak yaitu ikhlas dan mutaba’ah Ar-Rasul SAW (mengikuti petunjuk Rasulullah SAW). Kedua syarat ini mesti ada dan tidak bisa dipisahkan. Bila hanya ikhlas saja, namun tidak sesuai petunjuk Rasulullah SAW, maka ibadah kita tidak akan diterima. Begitu pula sebaliknya bila ibadah yang kita kerjakan sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW, namun tidak ikhlas, maka inipun tidak akan diterima. Suatu ibadah baru akan diterima bila dikerjakan secara ikhlas dan mutaba’ah (sesuai dengan Sunnah Rasullullah SAW).

Di antara dalil yang memperkuat pernyataan di atas adalah firman Allah SWT di dalam Surat Al-Kahfi ayat 110:

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ

Artinya:
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Rasulullah SAW juga bersabda agar kita dalam beribadah hendaknya sesuai dengan apa yang telah diperintahkan atau dilakukan oleh Nabi SAW.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya:
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718).

Dalam hadits lain, yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW juga bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya:
“Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.”

Jama’ah sholat jum’at Rahimakumullah…

Kewajiban untuk beribadah yang Allah perintahkan kepada manusia terutama kepada umat islam bukanlah menjadi dalil bahwa kita hanya beribadah terus menerus di dalam masjid tanpa pernah berusaha mencari nafkah dan menuntut ilmu. Kita tidak boleh pasrah dan bermalas-malasan mengharapkan rejeki seperti mengharapkan hujan yang turun dari langit, justru sebaliknya, Allah perintahkan kita untuk menuntut ilmu dan bekerja agar kita mampu melaksanakan ibadah secara maksimal.

Dengan menuntut ilmu, kita jadi tahu bagaimana tata cara sholat dan beribadah yang sesuai dengan tuntunan sunnah Rasulullah SAW. Dengan menuntut ilmu kita bisa bekerja dalam rangka mencari nafkah untuk diri kita dan keluarga. Dengan menuntut ilmu kita bisa membedakan mana perkara yang baik dan mana perkara yang buruk, dan dengan menuntut ilmu kita bisa memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat manusia.

Allah memang menjamin rejeki bagi setiap mahluknya, namun rejeki yang Allah berikan tidak semuanya diberikan dengan cuma-cuma, karena memang ada sebahagian rejeki yang harus diusahakan dengan sungguh-sungguh agar dengan usahanya tersebut manusia menjadi memiliki kehormatan dan martabat yang lebih baik di antara manusia lainnya karena sesungguhnya keberhasilan dari setiap usaha adalah buah perjuangan yang dilakukan oleh masing-masing manusia atas izin Allah, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ar Ra’d ayat 11:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِهِمۡ‌ؕ وَاِذَاۤ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوۡمٍ سُوۡۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ‌ۚ وَمَا لَهُمۡ مِّنۡ دُوۡنِهٖ مِنۡ وَّالٍ

Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”

Ayat tersebut di atas hendaknya menjadi motivasi bagi setiap muslim untuk terus belajar dan bekerja mencari penghidupan yang lebih baik, dan dengan penghidupan yang lebih baik tersebut, seorang muslim bisa beribadah dengan tenang sekaligus bisa membantu manusia lain yang hidup miskin atau dalam keadaan dhuafa.

Kecintaan manusia terhadap harta benda yang diusahakannya adalah naluri alamiah, namun demikian naluri tersebut haruslah dikendalikan oleh norma agama dan kesadaran bahwa sesungguhnya harta benda yang dimilikinya semata-mata hanyalah titipan Allah yang bersifat fana dan akan ditinggalkan selama-lamanya oleh manusia kecuali sebagian harta tersebut disedekahkan agar dapat menerangi dirinya di alam kubur dan menjadi pahala yang akan memberikannya ampunan Allah untuk mendapatkan kemulian surga yang Allah janjikan.

Mari kita perbaiki niat kita untuk melakukan ibadah dengan ikhlas dan mutaba’ah, dan jangan jadikan ibadah sebagai pamrih mengharapkan kekayaan berlimpah atau mengharapkan kebahagiaan duniawi yang bersifat sesaat. Seorang muslim harus mengejar target yang sempurna dalam tujuan hidupnya yaitu kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Mari kita sama-sama membiasakan diri untuk merenungkan kembali dalam keheningan sujud kita di malam hari, saat tidak ada satupun manusia yang melihat ibadah kita, saat suasana malam hening, dingin dan sepi menyelimuti diri kita, kita bersujud dan mohon ampun kepada Allah, kita do’akan diri kita, kedua orang tua kita, anak dan istri kita serta keluarga kita agar selamat dari jilatan api neraka.

Mari kita luruskan lagi niat ibadah kita. Sholat Dhuha kita jangan diukur dengan bertambah nya rezeki, Sholat Tahajjud kita jangan diukur dengan pesatnya bisnis kita, Sedekah kita jangan diukur dengan harapan mendapatkan kemewahan rumah dan kendaraan kita.

Ukurlah diri kita dengan para sahabat Nabi yangg mulia. Seberapa bagus Sholat Dhuha, Sholat tahajjud, dan sedekah mereka dibanding kita. Sementara mereka para sahabat banyak juga yang tidak hidup dalam kemewahan namun mereka bahagia tetap berada dalam ketaatan kepada Allah Subhanahuwata’ala. Kalau ukuran kesuksesan semua karena banyaknya Sholat Dhuha, Sholat Tahajjud dan Sedekah, tentulah orang-orang kafir tidak ada yang sukses mendapatkan kekayaan.⁣

Luruskan Niat. Niatkan Sholat Dhuha sebagai sedekah untuk 360 ruas sendi kita. Niatkan Sholat Tahajjud sebagai ibadah tambahan menutupi ibadah wajib yang masih kurang. Niatkan sedekah untuk memadamkan panas nya api neraka. Dengan niat seperti itu maka Insya Allah balasan untuk akhirat kita tetap ada dan dunia kita dipermudah segala urusannya..⁣

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ الله لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرّحِيْمُ

KHUTBAH KEDUA:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

Jama’ah sholat jum’at rohimakumullah…..

Sudah selayaknya sebagai seorang mukmin kita meyakini bahwa kehidupan dunia adalah sebuah perjalanan kehidupan seorang manusia dalam mencari bekal menuju kehidupan akhirat yang abadi, sehingga seorang mukmin harus berusaha keras untuk meraih kebaikan di akhirat dengan sempurna dengan bermuhasabah dan bersungguh-sungguh memperbaiki amal ibadahnya di dunia. Ketahuilah, bahwa dunia adalah penjara bagi orang-orang mukmin dan surga bagi orang-orang kafir, sehingga kehidupan dunia ini seharusnya hanya dipandang sebagai sarana untuk dapat mengejar kehidupan akhirat yang lebih mulia, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan dalam hadits riwayat Tirmidzi bahwasannya dunia ini:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

“Dunia ini penjara untuk orang yang beriman dan surga untuk orang-orang yang kafir.”

Kecintaan kita pada dunia hendaklah sewajarnya saja. Letakkanlah dunia di telapak tangan kita dan jangan letakkan dunia di hati kita agar saat kita harus berpisah dengan dunia, kita tenang melepas dunia yang fana ini dengan amal ibadah dan sedekah yang cukup untuk menjadi bekal perjalanan hidup kita yang abadi di alam akhirat menuju surga yang Allah muliakan.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga keimanan kita dan senantiasa melindungi diri kita dengan menutup semua pintu-pintu kemaksiatan serta membuka seluas-luasnya pintu kebaikan bagi kita dan keluarga, agar kita termasuk golongan orang-orang yang tidak terlalu berlebihan dalam mencintai dunia, namun sebaliknya semoga kita bisa menjadikan dunia sebagai sarana untuk melakukan amal sholeh sebanyak-banyaknya hingga pada saatnya kita kembali ke hadapan Allah dalam keadaan husnul khotimah dengan pahala kebaikan yang berlimpah.

Do’a khutbah jum’at:

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّهُمّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنًاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنّكَ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ رَبّنَا لاَتًؤَخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلىَ الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تُحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَنَا فَانْصُرْنَا عَلىَ الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. رَبّنَا آتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ عباد الله: إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر.

Bagikan